Senin, 05 Desember 2011

Terlalu berani


Pada hari Jum’at, 16 September aku menggoreng krupuk sayur ‘wortel’ dan ‘bayam’ di dapur.
Dengan senang hati aku menggoreng krupuk buatan hasil eksperimenku dalam minyak dengan api sedang. Awalnya krupuk tidak mau mengembang, tapi setelah aku perbaiki cara memasakku aku jadi terbiasa dengan panas yang dihasilkan kompor dan tahu cara menggoreng krupuk yang benar terutama cara mencelupkan krupuk mentah ke dalam minyak yang panas.
Aku jadi teringat dengan masa kecilku di mana waktu itu aku sedang belajar memasak krupuk udang kesukaanku. Sebetulnya aku tidak mau membantu memasak, aku Cuma mau membantu makannya aja, tapi bibiku yang sedang memasak tidak mau menggorengkannya untukku kecuali jika aku memasaknya sendiri, sehingga mau tak mau aku menggorengnya sendiri.
Saat memasak aku takut sekali tanganku terkena minyak yang panas sehingga aku mencelupkan krupuk mentahnya dengan cara melemparnya. Tentu saja bukannya terhindar dari cipratan minyak cipratan justru semakin menjadi. Lalu bibiku mengajariku cara mencelupkan krupuk yang benar, jadi kamu tidak perlu takut untuk mencelupkan krupuk mentah ke minyak dengan mendekatkan taganmu ke permukaan minyak, tak perlu takut terciprat karena minyak tak akan berloncatan.
Lalu aku jadi bersemangat untuk menggorengnya, aku jadi semakin mantap, tanganku makin ahli menggoreng minyak dan krupuk yang kubuat mengembang dengan bagus. Namun, aku jadi terlalu berani sehingga tanganku tercelup sedikit ke dalam minyak goreng sehingga kelingkingku tergoreng sedikit.
ADUUUUUUUUUHHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Teriakku dengan keras, teriakanku itu membuat ibuku yang sedang mnyapu menjadi khawatir. Tergopoh-gopoh ia dating mendatangiku ke dapur yang kosong karena aku langsung mengacir ke kamar mandi dan mengoleskan odol ke jari-jariku yang terkena minyak. “ada apa?”Tanya ibuku sembari mengamankan krupuk yang nyaris gosong karena kutinggalkan.
“kalimat apa sama sekali tidak membantu!”jawabku dingin karena aku sedang kesakitan. Rupanya kata-kataku membuat ibuku agak tersinggung. “aku kan bertanya apa karena khawatir sama kamu, habisnya kamu berteriak sih.” ujar ibuku. Kata-katanya tajam mengoyak nuraniku apalagi mengingat ibuku (dan ayahku) telah membantuku susah payah membuat krupuk itu hingga kami begadang sampai jam 12. Aku baru menyadari kesalahanku saat aku sudah agak tenang, lalu ayahku bertanya “jarimu kenapa?” “kegoreng.” jawabku sambil nyengir. He-he-he